MAKASSAR,MENARAINDONESIA.com-Memperingati hari Anti Korupsi se dunia, Gerakan Pemuda Milenial Anti Korupsi (GP-MAK) menggelar diskusi bersama sejumlah aktivis 98 dengan tema “Bangkit Bersama Rakyat Kelolah Sumber Daya Alam Melalui Izin Pertambangan Rakyat” di Posko Perjuangan GP MAK Jalan Urip Sumihardjo, KM 4 Nomor 227, Makassar, Jumat (09/12/2022).
Narasumber dalam diskusi ini, mantan Direktur LBH Makassar yang juga aktivis 98, Abdul Azis SH, Direktur Eksekutif Pusat Informasi Lingkungan Hidup Indonesia (PILHI) Syamsir Anchi dan Wakil Koordinator GP-MAK, Firmansyah. Hadir dalam diskusi yakni mahasiswa dari beberapa kampus di Makassar.
Dalam pemaparannya, Abdul Azis SH mengatakan, pemerintah Indonesia harus bergerak cepat menyelamatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki negeri ini. Menurutnya, sumber daya alam mesti dikelolah secara tepat agar menghasilkan pendapatan bagi negara dari sektor pajak.
“Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tepat dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan manusia atau penduduk saat ini, tanpa mengurangi potensi SDA untuk kebutuhan manusia masa akan datang,” kata Abdul Azis SH.
Alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 1992 itu, menambahkan, potensi SDA yang ada, misalnya minyak, batubara dan nikel, harus benar-benar dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.
“Jangan sampai potensi SDA, seperti batubara dan nikel hanya dinikmati segelintir pengusaha yang punya modal besar saja, tetapi rakyat hanya menjadi penonton. Kalau itu terjadi, ini bisa menimbulkan kesenjangan dan itu tidak baik bagi bangsa ini ke depan,” ujarnya.
Agar terjadi keadilan ekonomi, demonstran Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) di era 98 ini, menyarankan agar pemerintah mengakomodir izin pertambangan rakyat. Caranya, bisa melalui koperasi, yayasan dan kelompok usaha mikro atau UMKM.
“Supaya tidak terjadi monopoli terhadap penguasaan SDA yang menimbulkan disparitas atau kesenjangan di tengah masyarakat, ya pemerintah harus memberikan IPR,” ucapnya.
Kalau ini dilakukan, kata Azis, SDA yang ada bisa dinikmati dan memberi konstribusi kepada negara, juga bisa mencegah terjadinya tambang liar atau selama ini dikenal dengan istilah koridor.
Menurut Azis, selama ini, yang sering berurusan dengan pihak berwajib terkait aktivitas tambang koridor adalah rakyat kecil atau pemilik lahan.
“Kasihan kalau rakyat kecil ditangkap karena memanfaatkan potensi SDA yang ada di daerahnya, sementara yang besar dimanjakan dengan izin, diberi IUP yang menguasai lahan-lahan mereka,” katanya.
Narasumber kedua, Syamsir Anchi, memaparkan, bahwa meskipun rakyat diberi IPR, namun persoalan lingkungan hidup harus menjadi perhatian untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupnya.
“Sumber daya alam memiliki peran ganda, sebagai modal pertumbuhan ekonomi dan sekaligus sebagai penopang sistim kehidupan. Ini memang harus melibatkan masyarakat lebih luas, misalnya memberi IPR,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan, bahwa terkait pengelolaan SDA, tidak hanya memperhatikan faktor ekonomi saja, tapi juga pemerintah harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.
Diskusi dalam rangka memperingati hari antikorupsi se-dunia itu, juga sempat mampir ratusan mahasiswa di depan Posko GP-MAK kebetulan berada di depan Gedung DPRD Sulsel, tempat mereka menggelar aksi. Mahasiswa meneriakkan yel-yel anti korupsi.
Diskusi yang dipandu oleh Wakil Koordinator GP-MAK itu, juga dihadiri sejumlah aktivis 98, yakni Susuman Halim dan Akbar Endra. Hadir juga mahasiswa Unhas dan aktivis lingkungan hidup dari PILHI, yakni Rida, Karmila Sari, dan Dewi Karlina.
Pada diskusi ini, para nara sumber dan peserta, mengimbau kepada pemerintah, agar keinginan Presiden Joko Widodo untuk memberikan izin pertambangan rakyat segera diwujudkan agar ke depan tidak ada lagi istilah tambang koridor (ilegal).
“Kalau rakyat memiliki IPR, sudah pasti tidak ada lagi istilah tambang koridor yang menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan. Kalau IPR diberikan negara dapat uang banyak,” ujar Abdul Azis SH. (*)
Leave a Reply