Urgensitas Politik Berbasis Gagasan

Oleh: Balduinus Ventura
Ketua Lembaga Advokasi Hukum dan HAM PP PMKRI

MENARAINDONESIA.com-Belakangan ini perbincangan politik dalam menyongsong perhelatan pesta demokrasi 2024 semakin menggelinding di telinga publik. Pasalnya ruang public didominasi dengan diskursus kepentingan elitis dan politik kekuasaan yang tidak berbasis pada dengutan jantung kerakyatan. Pesta demokrasi tak sedikit yang berkutat pada paradigma gonta ganti kepemimpinan dan tidak mengakar pada pemaknaan esensial demokrasi itu sendiri.

Substansialitas historis dan filofis dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat tidak lagi menjadi standar yang sehat untuk mengucapkan visi dan gagasan yang berangkat dari rahim keresahan dan ketidakadilan yang dialami rakyat. Sering kali dalam momentum pemilihan umum lima tahun sekali, diskursus yang dibangun dalam ruang publik hanya berkaca pada hal-hal yang subjektif dan kemasan survey-survey belaka bukan pada visioneritas figur dan kondisi objektif yang terjadi di masyarakat.

Realitas politik yang terjadi tak lain hanya sekedar tentang praktek transaksionalisme dan pragmatisme politik. Para pelaku politik atau politisi jarang sekali berpijak pada konsepsi dan esensi demokrasi untuk mencapai masyarakat yang berkeadilan dan Makmur. Sementara pada hakikatnya pesta demokrasi tak lain dan tak bukan untuk memperbaiki kehidupan rakyat baik dalam sector ekonomi,hukum,politik,sosial maupun budaya. Sehingga kondisi rakyat yang terkubang dalam kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan menjadi lebih baik.

Pragmatisme dan transaksionalisme politik sebagai bentuk pergeseran paradigma dan pemudaran nilai demokrasi berakibat fatal pada proses politik dan tujuan politik itu sendiri.Salah satu konsekuensi logis dibalik praktek tersebut,rakyat terpenjara dan terkurung dalam kapitalisasi kaum birokrat. Dalam aspek yang lain, politik transaksional berakibat fatal pada proses politik yang tidak sehat mulai dari money politics, black and negative campaign, politik identitas hingga merusak dan mengangkangi kedaulatan rakyat.

Praktek money politcs sebagai tradisi buruk dalam peradapan demokrasi tentu menjadi penyakit yang merusak seluruh sendi kehidupan politik dalam bernegara. Yang paling mengganjal dan memilukan, implikasi dari money politics tidak hanya menjamur pada pelaku politik tetapi juga menyeret penyelenggara pemilu sebagai jantung dari proses demokratisasi.Berkaca dari pesta demokrasi 2014 silam, ada penyelenggara pemilu dalam hal ini salah satu komisioner komisi pemilihan umum yang terseret kasus hukum akibat dari praktek penyimpangan nilai, etika dan perundang-undangan yang berlaku.

Dari berbagai bentuk praktek-praktek yang tidak demokratis tersebut, publik tentu menginginkan sebuah perubahan kualitatif dari proses pemilihan umum. Momentum pemilu tak hanya bicara tentang pergantian kekuasaan semata tetapi juga ada gagasan,konsep dan visi besar untuk menyelamatkan rakyat. Pelaku politik, penyelenggara dan pengawas pemilu dituntut untuk berintegritas, transparansi, serta berkolaborasi dengan rakyat untuk meminimalisir dan menghilangkan praktek-praktek yangt merusak citra demokrasi.

Dalam menyongsong pemilu 2024 public menginginkan ada perubahan mendasar dalam mendesain kualitas demokrasi mulai dari tataran paradigmatik hingga pada level aplikatif.Demokrasi harus mencerminkan nilai-nilai kerakyatan, pertarungan gagasan -gagasan idiologis dan mampu memanifestasikan tujuan mulia dari konsep demokrasi itu sendiri sehingga orientasi politik benar-benar terarah sesuai dengan rambu-rambu bernegara yang konstitusional.

Pergeseran nilai-nilai kerakyatan dalam perhelatan pesta demokrasi yang terjadi dari tahun-ketahun selama ini berangkat dari kondisi subjektifitif dan kapitalisasi pemaknaan esensi demokrasi rakyat menjadi demokrasi borjuis.Demokrasi harus diterjemahkan sebagai ruang rakyat untuk mempertengkarkan gagasan, mengevaluasi terkait nasib dan kondisi objektif rakyat, dan juga bagaimana memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. Hal ini yang seharusnya didiskusikan diruang publik bukan sekedar tentang siapa dan bagaimana seseorang bisa berkuasa.

Pada sisi yang lain para pelaku politik atau politisi pada titik yang ideal seharusnya mengedepankan konsep dan gagasan dalam berkompetisi di ruang publik. Para politisi dituntut untuk mampu menerangkan dan menjelaskan hakikat keadilan sosial dan kebijakan yang berbasis pada kepentingan rakyat bukan menghamba pada kekuatan modal dan terseret dalam gelombang kepentingan kelompok dan individual sesaat. Sehingga cita-cita rakyat tak ternodai dengan arus transaksional dan pragmatis.

Selain itu, momentun pemilihan umum juga sebagai ruang dan panggung yang tepat untuk menyaring para competitor pemilihan umum yang bemutu dan berintegritas sehingga dapat menjalankan amanah dengan baik dengan landasan pemahaman konseptual dan kemampuan untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat. Sehingga hakikat demokrasi kembali termanifestasi dalam supremasi rakyat.

ads

Leave a Reply