MAKASSAR,MENARAINDONESIA.com – Sejumlah Lembaga Aktivis, mempertanyakan sejauh mana proses penanganan kasus dugaan korupsi Jamkrida Sulsel di Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang hampir setahun penanganannya namun belum juga menunjukkan titik terang.
Seperti diketahui, Kejati Sulsel melalui Bidang Intelejen telah melakukan proses penyelidikan atas dugaan korupsi yang terjadi di Jamkrida Sulsel, sekitar bulan Januari 2020. Namun berjalannya waktu proses penangananya tak pernah lagi terdengar.
Direktur Sorot Indonesia, Amir Madeaming pun mempertanyakan kejujuran kejaksaan dalam menangani dugaan korupsi yang terjadi di Jamkrida Sulsel.
“Kejaksaan harus transaparansi dalam kasus ini, seharusnya sudah ditingkatkan prrosesnya kepenyidikan,” ujarnya, Minggu (25/10/20).
Lanjutnya,Kalau memang telah dihentikan pada proses penyelidikan maka harus ada pihak yang berkompeten mengatakan tidak ada terjadi kerugian negara, seperti BPK. Namun menurutnya hingga kini belum ada kejelasan.
Jamkrida Sulsel merupakan BUMD milik Pemrov Sulsel, perusahaan yang diketahui beroperasi tepatnya pada 2016 silam itu, sebelumnya dikabarkan lebih awal diberikan modal sebesar Rp25 miliar tepatnya pada 2012 dan kemudian kembali mendapat tambahan modal pada 2015-2016 sebesar Rp2,7 miliar sehingga awal berdirinya BUMD milik Pemprov itu telah mengelola dana senilai Rp27,7 miliar.
Namun, sejak beroperasi kurang lebih empat tahun, perusahaan yang seharusnya bisa membantu keuangan daerah malah belum juga menyetor sepeser pun pada Pemrov Sulsel.
Sekitar bulan Januari 2020, Direktur Utama PT. Jamkrida Sulsel, Mulyan Pulubuhu mengakui jika sejak awal beroperasi hingga saat ini, BUMD yang dipimpinnya belum memberikan kontribusi terhadap PAD Sulsel.
Hasil laba dari bunga selama pendirian sebesar Rp2,7 miliar di tahun 2016, kata dia, dibukukan sebagai tambahan modal sehingga modal yang tadinya Rp25 miliar menjadi Rp27,7 miliar tidak dibukukan sebagai deviden atau PAD.
Faktor penyebab sehingga Jamkrida belum maksimal membuahkan hasil, dikarenakan pencapaian volume penjaminan yang ada terhitung masih rendah dibandingkan dengan target.
“Dengan pencapaian yang rendah tersebut, otomatis pendapatan Imbal Jasa Penjaminan atau IJP juga rendah,” jelas Mulyan.
Secara bertahap dari tahun ke tahun diakuinya memang terjadi peningkatan. Namun karena Jamkrida Sulsel merupakan perusahaan baru dengan modal yang terbatas, tentu butuh waktu untuk meyakinkan mitra.
“Di sisi lain juga kompetitor kami di bidang penjaminan semuanya adalah BUMN. Diantaranya ada Askrindo, Jamkrindo, Jasa Raharja Putra, Asuransi Ekspor Indonesia dan Askrida,” terang Mulyan via pesan singkat, Rabu (22/1/2020).
Menanggapi kondisi Jamkrida Sulsel yang tidak memberikan kontribusi terhadap PAD Sulsel meski telah menggunakan anggaran yang cukup besar dan telah beroperasi selama 4 tahun lebih, Ketua Bidang Hukum dan HAM Badko HMI Sulselbar, Syamsumarlin menduga, ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan Jamkrida Sulsel.
Salah satu kecurigaan Syamsumarlin, yakni pada kalkulasi biaya operasional yang dipaparkan oleh pihak Jamkrida Sulsel sendiri bahwa terjadi peningkatan tiap tahun.
Ia yakin ada dugaan memanipulasi biaya operasional untuk kepentingan kelompok dan pribadi sehingga tiap tahun terjadi pembengkakan nilai.
“Pertanyaannya sederhana. Kok dikatakan kondisi terus merugi sementara biaya operasional terus meningkat,” kata Syamsumarlin.
“Jangan sampai ada pengeluaran atau penggunaan dana yang tidak tepat dan menguntungkan perorangan ataupun kelompok tetapi mengatasnamakan perusahaan,” terang Syamsumarlin (*)
Leave a Reply