PBHMI Siap Kawal Disparitas Putusan Hukum yang Rugikan Aktivis dan Kader HMI Akbar Idris

JAKARTA,MENARAINDONESIA.com-Sidang putusan kasus pencemaran nama baik Bupati Bulukumba yang melibatkan Wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Periode 2021-2023 Akbar Idris yang dilaporkan oleh Bupati Bulukumba telah dibacakan di Pengadilan Negeri Bulukumba pada Senin (29/04/2024).

Perkara yang menimpa salah satu kader terbaik Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Makassar ini menuai perhatian dari Ketua Umum PB HMI Bagas Kurniawan yang juga memerintahkan Ketua Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan PB HMI Periode 2024-2026 Rifyan Ridwan Saleh untuk turut serta mengawal persoalan ini. Bagas Kurniawan juga menyesalkan persoalan tersebut harus sampai ke ranah hukum. Menurutnya persoalan semacam ini membuat para pejabat menjadi anti kritik, over power, dan tidak bisa dijadikan teladan oleh publik khususnya anak muda.

“Mendiamkan hal semacam ini tentulah tidak tepat, tidak benar, sebab apa yang dilakukan oleh Pak Bupati Bulukumba kepada kader kami sangatlah dzolim. Apalagi hanya persoalan flyer yang berisi adanya dugaan pidana korupsi yang harusnya menjadi bahan kajian, bahan diskusi dan sebagai pengingat bagi para pejabat yang mengemban amanah dari rakyat. Pejabat tidak boleh anti kritik, tidak boleh menggunakan kekuasaannya sebagai alat untuk menindas sehingga bisa menjadi teladan bagi kami para generasi muda,” kata Bagas.

Rifyan Ridwan Saleh Kabid Kumhankam yang juga merupakan seorang Advokat atau Pengacara muda juga menyampaikan hal yang serupa, ia menjadi teringat peristiwa yang menimpa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang juga menyita perhatian publik.

“Sebagian besar penguasa saat ini seperti tidak senang ketika dikritik, juga tidak senang diajak berdiskusi. Sebagai kilas balik, kita semua pasti ingat perkara ketika Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Luhut ke Polda Metro Jaya setelah keduanya membahas konten dengan judul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!’ yang tayang di kanal YouTube Haris Azhar pada 20 Agustus 2021. Tetap akhirnya diputus bebas di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Apa bedanya dengan perkara yang menimpa saudara kita Akbar Idris? Padahal jika dibandingkan Pak Bupati dan Pak Luhut sangatlah jauh berbeda powernya!,” kata Rifyan.

Rifyan juga menjelaskan bahwa Pasal yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dua perkara tersebut sama yakni diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

“Dalam pembuktiannya di perkara Haris dan Fatia dengan bukti video dari kanal YouTube Haris Azhar dimana Fatia menyebut bahwa; (PT. Tobacom Del Mandiri ini direkturnya adalah purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtra Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), The Lord, Lord Luhut. Jadi Luhut bisa dibilang bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini). Kalimat Fatia tersebut menyinggung Luhut Binsar Panjaitan karena menyebut namanya secara langsung. Namun fakta persidangan menyebut bahwa unsur-unsur pasal tersebut oleh hakim PN. Jaktim tidak terpenuhi,” jelas Rifyan.

Lebih lanjut Rifyan menjelaskan bahwa perbedaan putusan anatara Haris Azhar dan Fatia dengan perkara yang menimpa Akbar ini sangatlah jauh. Padahal perkara ini hanya karena Akbar yang meneruskan flyer yang memuat bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi di tubuh pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Ada diksi dugaan didalam flyer tersebut tetapi justru diputus 1 tahun 6 bulan pidana. Terdapat disparitas putusan hakim dalam tindak pidana yang sama.

“Saya memahami bahwa ada kebebasan hakim yang dijamin sepenuhnya dalam Pasal 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dasar peritmbangan hakim ini meliputi penentuan pengambilan putusan hingga menyebabkan adanya disparitas pemidanaan pada perkara pidana berdasarkan asasĀ Nulla Peona Sine LegeĀ hakim yang hanya dapat memutuskan sanksi pidana berdasarkan jenis dan berat sanksi sesuai yang ditentukan dalam undang-undang. Disparitas antara tindak pidana yang sama ini benar tidak melanggar hukum, tetapi paling tidak pembuktian yang dilakukan haruslah objektif dan komphensif. Haruslah adil berdasarkan ‘Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim’ sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UU Kehakiman yang menerangkan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pertanyaannya yang muncul akibat dua putusan yang berbeda ini akhirnya adalah, pertama apa yang menjadi dasar hakim sehingga ada disparitas? dan apa yang membedakan Haris Azhar dan Fatia dengan Akbar Idris? Ini kan harus dijawab oleh hakim,” jelas Rifyan.

Rifyan juga menyampaikan bahwa kuasa hukum Akbar Idris setelah keluarnya putusan dari PN. Bulukumba ini akan melakukan upaya hukum selanjutnya, yakni banding ke Pengadilan Tinggi Makassar. Hal ini Rifyan sampaikan karena pihak PB HMI telah berkoordinasi dengan para kuasa hukum Akbar Idris.

“Kami PB HMI akan mengawal putusan yang merugikan kami sebagai Aktivis dalam menyampaikan pendapat di depan publik ini, sebab beliau adalah kader terbaik kami dan menurut analisis kami unsur-unsurnya haruslah tidak cukup. Tetap kami akan selalu menghormati putusan hukum yang telah dikeluarkan. Bagi kami ini adalah pelajaran untuk selalu jelih menyampaikan kritikan, kader maupun aktivis lainnya harus lebih lincah lagi memainkan narasi mengingat betapa mudahnya kita di kriminalisasi karena mengkritik. Semoga penguasa juga lebih bijak menyikapi persoalan kritik,” tutup Rifyan.

ads

Leave a Reply