MAKASSAR,MENARAINDONESIA.com-Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Sulawesi Selatan kembali menegaskan perannya dalam penguatan intelektual kader melalui pelaksanaan Latihan Kader III (LK III) berskala nasional. Kegiatan yang digelar di Kota Makassar ini diikuti oleh 27 peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten dalam bidang pemikiran Islam dan kepemimpinan.
Salah satu sesi intelektual yang menarik perhatian adalah bedah buku “Nyala Api Islam” yang dibawakan langsung oleh penulisnya, Muhammad Ridha, dosen UIN Alauddin Makassar. Dalam forum yang berlangsung Rabu (28/5/2025) tersebut, Ridha mengajak peserta untuk meninjau ulang sejarah peradaban Islam melalui lensa yang lebih kritis dan progresif.
Menurutnya, sejarah Islam tidak bisa dipahami secara tunggal dan linier. Justru dalam dinamika sejarah itu terdapat berbagai ideologi dan gagasan perlawanan terhadap tirani. Buku Nyala Api Islam yang ia tulis mencoba mengangkat narasi alternatif—yakni sisi kiri Islam—yang kerap terpinggirkan dari sejarah arus utama.
“Islam tidak pernah steril dari perjuangan kelas dan ide-ide pembebasan. Menyembunyikan sisi kiri dari sejarah Islam adalah membatasi daya emansipatoris ajaran Islam itu sendiri,” tegas Ridha di hadapan para peserta LK III.
Ia juga menyoroti ketimpangan antara kejayaan peradaban Islam masa lalu dan kondisi umat Islam saat ini. Ridha menyampaikan bahwa umat Islam pernah memimpin dalam ilmu pengetahuan, filsafat, dan keadilan sosial. Namun kini, banyak negara Muslim justru tertinggal secara intelektual dan tercerai berai secara politik.
“Dulu Islam adalah cahaya dunia. Kini kita terjebak dalam romantisme sejarah tanpa keberanian membangun masa depan. Kita butuh cara berpikir baru yang kritis, terbuka, dan berpihak kepada nilai keadilan,” ujarnya.
Bedah buku ini menjadi bagian dari rangkaian penguatan kapasitas ideologis dan refleksi historis bagi kader-kader HMI tingkat nasional. Forum LK III ini pun dipandang oleh peserta sebagai ruang penting yang tidak hanya mendidik secara teori, tetapi juga membentuk kesadaran kritis untuk bergerak.
Salah satu peserta menyebut, diskusi ini membuka perspektif baru dan menyulut semangat intelektual kolektif kader dalam membaca tantangan zaman dan membangun arah perjuangan HMI yang relevan dengan dinamika global.
“Forum ini bukan sekadar pelatihan, tetapi arena pembentukan intelektual organik yang sadar akan tanggung jawab sejarah dan sosialnya. Bedah buku ini menjadi titik balik dalam melihat kembali peran Islam dalam membela keadilan dan membangun peradaban,” ujarnya.
Melalui sesi ini, Badko HMI Sulsel menunjukkan bahwa pengaderan di tubuh HMI tidak hanya berbicara soal formalitas kepemimpinan, tetapi juga menjadi medium untuk mencetak pemikir dan pejuang yang mampu menyalakan kembali nyala api perubahan—baik bagi umat, bangsa, maupun dunia.
Leave a Reply