MAKASSAR,MENARAINDONESIA.com-Tepat pada 77 tahun yang lalu bangsa ini berdaulat, menyatakan kemerdekaannya yang di umumkan ke seluruh sudut negeri. Hingar bingar dan riang gembira yang terpancar kala itu, hari ini kembali kita rasakan.
Hari ini kita kembali menyaksikan 77 tahun perjalanan bangsa berdiri dengan kemandiriannya, berdaulat dan bermartabat serta menunjukkan eksistensinya dalam membuktikan kepantasannya sebagai negara yang merdeka, bebas menentukan arah dan tujuannya, serta terlepas dari campur tangan pihak manapun yang mendiskriminasinya.
Perjuangan para pahlawan di seantero Nusantara pada umumnya dan di Kota Makassar pada khususnya merupakan sebuah nafas perjuangan yang harus diwarisi oleh seluruh pemuda. Salah satu langkah para pejuang dimasa pra kemerdekaan adalah menyatukan para pemuda dengan semangat intelektual dan pendidikan itu sendiri.
Hal itu terbukti dengan wadah-wadah belajar yang dahulu menjadi tempat bersatunya para pemuda. 77 tahun telah berlalu, melawan penjajah saat ini tidak lagi dengan mengangkat senjata, tetapi dengan pena intelektual. Sederhananya, semangat perjuangan intelektual terasosiasi dalam semangat pendidikan. Sebagaimana yang telah termaktub dalam bagian pembukaan UUD 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tepat hari ini 17 Agustus 2022, telah 77 tahun beralu usia bangsa ini, namun sesuatu hal yang miris terjadi di Kota Makassar. Sektor pendidikan, nyatanya masih menjadi permasalahan sentral yang terjadi. Hal itu menjadi temuan khusus dari pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar.
“Sekitar 22 anak putus sekolah terdata, walaupun ini masih dalam angka yang sedikit, sehingga inilah yang menjadi permasalahan kota dengan kerasnya metropolitan kota,” jelas Ketua Bidang Pendidikan dan Riset HMI Cabang Makassar, Irmawan Lukman.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum HMI Cabang Makassar, Muhammad Arsyi Jailolo. Menurutnya, hari Kemerdekaan ke-77 Bangsa Indonesia sejatinya tidak hanya menjadi sesuatu yang bersifat momentum dan seremonial saja, namun seharusnya menjadi bahan evaluasi dan peningkatan kualitas manajemen kota dalam hal kebutuhan dasar, khususnya pendidikan.
Dia pun menjelaskan bahwa fakta di lapangan tidak akan bisa ditutupi dengan hanya berbicara di media atau depan umum tanpa mengambil tindakan. Ia mengungkapkan bahwa setiap waktu mulai dari pagi hingga malam hari, kita menyaksikan beberapa sudut kota, perempatan lampu merah atau trafight light, masih banyak anak di bawah usia umur menjadi pengamen dan pengemis, yang harusnya mereka beristirahat di rumah dan paginya pergi bersekolah.
“Ini adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah, bahkan diantara mereka juga banyak yang putus sekolah,” ungkapnya. Rabu (17/08/2022).
“Pak Walikota harus lebih serius memperhatikan itu, bagaimana mau mengatakan Makassar adalah Smart City (Kota Cerdas) sedangkan masyarakatnya tidak diperhatikan, masa mereka mengisi masa kecilnya dengan mengamen dan mengemis.” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, Arsyi mengatakan untuk membangun kota Makassar, program ceremonial saja tidak cukup, apalagi jika program itu masih sebatas konsep atau teori, tetapi yang terpenting adalah sebuah program jangka panjang yang selalu di monitoring dan di evaluasi.
“77 tahun Indonesia Merdeka, Makassar Kota dunia namun permasalahan dasar khususnya pendidikan belum ada solusi,” sesalnya.
Arsyi juga menyampaikan pesan falsafah Karaeng Pattingalloang ke pemerintah kota Makassar bahwa “Anjo Nikana Kasuwiayanga Niak, Baji Punna Jai Panrita na” (artinya jika sebuah negara menjadi baik jika banyak orang-orang yang cerdas dan bersekolah). Selain itu, ia juga mengatakan bahwa kepemimpinan tidak cukup tanpa sebuah pengorbanan ketulusan.
“HMI Cabang Makassar menilai, kalau pemimpin cerdas juga tidak cukup kalau tidak memiliki pacce dan sebuah pengorbanan ketulusan. Dirgahayu Bangsa Indonesia ke-77 Tahun,” pungkasnya.
Leave a Reply